seputar angkasa danPlanet Venus yang Muncul Bersama Aurora Berhasil Di Rekam oleh Astronout Inggris Tim Peake-BLOG SEPUTAR ANGKASA

Planet Venus (bintik paling terang) dan Aurora Borealis. Kredit: Tim Peake, ESA


Semua pasti setuju bahwa aurora merupakan peristiwa langit yang sangat indah. Keindahan aurora tak ditampik siapapun bila melihatnya di daratan. Namun apa jadinya jika peristiwa langit itu dilihat dari luar angkasa? Astronot asal Inggris, Timothy Peake, berhasil merekam planet Venus dan aurora.

Timothy Peake tergabung dalam European Space Agency (ESA), ia merekam aurora yang berada di belahan Bumi bagian utara atau yang dikenal dengan Aurora Borealis. Terlihat warna hijau khas aurora yang bergerak 'melukis' atmosfer Bumi. Sementara saat itu keadaan wilayah Bumi sedang gelap-gelapnya, ada planet Venus yang muncul paling terang.

Peake merekam planet Venus dan Aurora Borealis tersebut langsung di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Seperti diketahui, Peake sedang menjalankan misi antariksa dengan tinggal di ISS selama enam bulan sejak 14 Desember 2015 silam.

Rekaman itu pun diunggah oleh Peake ke media sosial Twitter. Ia menuliskan, Venus terbit di balik aurora. Menurut British Geological Survey (GSG), aurora terjadi ketika ada ledakan di permukaan Matahari yang meluncurkan sejumlah besar partikelnya ke luar angkasa. Beberapa dari partikel tersebut tertarik oleh medan magnet di Bumi.

Hal itu membuat adanya tabrakan dengan molekul gas di atmosfer, energi dari tabrakan itu pun menjadi sebuah cahaya yang dinamakan aurora. Fenomena itu hanya terjadi di kutub Selatan Bumi (Aurora Australis) dan kutub Utara (Aurora Borealis).

Berikut hasil rekaman Timothy Peake:


More about seputar angkasa danPlanet Venus yang Muncul Bersama Aurora Berhasil Di Rekam oleh Astronout Inggris Tim Peake-BLOG SEPUTAR ANGKASA

seputar angkasa danBetapa Luasnya Alam Semesta Ini, Tapi Dimanakah Kehidupan Alien Berada?-BLOG SEPUTAR ANGKASA



Apakah ada bukti konkret bahwa ada kehidupan di luar Bumi? Tapi sebelum menjawabnya, mari kita ubah pertanyaannya: apakah ada bukti konkret kalau kita sendirian di alam semesta yang begitu besar dan luas ini?

Sudah seratus tahun sejak fisikawan asal Italia Enrico Fermi lahir (dan hampir setengah abad sejak ia meninggal dunia), pada tahun 1950 ia bercengkrama dengan temannya ketika makan siang, ia bertanya sebuah pernyataan yang cukup menarik.

Fermi berkata kemungkinan ada banyak kehidupan luar Bumi (yang cerdas) di galaksi kita, galaksi Bima Sakti. Tapi jika benar-benar ada banyak kehidupan cerdas luar Bumi, di mana mereka semua? Kenapa tidak ada satupun yang menemui manusia Bumi?

Bayangkan saja, di galaksi kita sendiri ada setidaknya 200 bintang, dan setiap bintang diperkirakan ada satu hingga dua planet, dan dari planet-planet tersebut ada beberapa yang terkonfirmasi laik huni. Fermi menyadari mungkin setiap peradaban di luar Bumi tidak memiliki teknologi untuk bisa menjajah semesta, seperti halnya manusia.

Ini memang terdengar agak konyol pada awalnya. Fakta bahwa makhluk luar Bumi tidak (atau belum) menemui manusia tampaknya menyiratkan bahwa memang tidak ada makhluk luar angkasa di mana saja di antara ratusan planet luar surya.

Di Mana "Mereka"?
Pernahkan Anda memperhatikan bintang-bintang yang jumlahnya ratusan miliar bahkan jutaan triliun? Apakah hanya Bumi planet yang memiliki kehidupan di alam semesta yang luar biasa luasnya? Jangan menutup mata dengan ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan sangat penting untuk kemajuan suatu peradaban.

Sebelumnya kita harus memahami arti dari kata "Paradox (paradoks)." Pa-ra-doks merupakan pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran; bersifat paradoks.

Setelah memahami pengertian dari paradoks mari kita simak apa itu Paradoks Fermi, seperti pertanyaan "Kenapa tidak ada satupun kehidupan luar Bumi yang datang, berkunjung, atau sekedar melewati Bumi kita ini?"

Kita ukur dari perbandingan terkecil Bumi dengan planet lain, yang pertama di Bima Sakti yang memiliki 200 miliar bintang. Dan kalau kita ukur dengan Drake Equation atau Persamaan Drake, kitsa seharusnya mendapatkan hasil kurang lebih 1.000 sampai 100.000.000 total peradaban di galaksi Bima Sakti saja. Mungkinkah dari sekian banyak angka in tidak ada peradaban lain yang nyasar ke Bumi?

Paradoks Fermi, yang didukung oleh Nikola Kardashev, seorang astrofisikawan Rusia yang mengajukan pernyataan bahwa di alam semesta ini ada 3 jenis tipe peradaban:

Peradaban tipe I, yaitu peradaban yang menggunakan planet sebagai sumber energi, bahkan cenderung menghabiskan sumber daya planet itu sendiri (manusia Bumi mungkin berada di tipe ini, walaupun belum sepenuhnya, Carl Sagan bilang peradaban manusia itu masih di kisaran 0,7)

Peradaban tipe II, yaitu peradaban yang menuai energi dari bintang induk mereka. Bagaimana caranya mungkin masih gelap untuk manusia, tapi seseorang bernama Freeman Dyson dengan berani-beraninya berteori, yakni ketika peradaban tersebut membuat kubah sebesar Sharivan yang menutupi bintang, lalu mengubah radiasi panas dari bintang itu menjadi energi. Kubah ini dinamakan Dyson Sphere.

Peradaban tipe III, yaitu peradaban yang jauh lebih advance dari kedua peradaban di atas. Nah, peradaban tipe ini udah menuai energi dari seluruh galaksi mereka.

Dari 3 tipe di atas, maka manusia Bumi dapat dikatakan masih tergolong peradaban tipe I di alam semesta. Planet Bumi sendiri diperkirakan usianya baru 4,5 miliar tahun dan peradaban manusia jauh lebih muda dari Bumi yaitu baru 100 ribu tahun-an saja. Coba bayangkan kalau di luar sana ada planet yang peradabannya sudah menjapai 9 miliar tahun, seperti apa peradaban di dalam planet tersebut?




Jawaban Paradoks Fermi

Jawaban pertama, menjelaskan bahwa peradaban tipe I tidak akan mungkin mencapai tipe II apalagi tipe III karena suatu yang disebut The Great Filter. Maksud dari gambar di atas adalah, semula semua peradaban saling berlomba-lomba dari peradaban tipe 0 ke tipe I. Sampai akhirnya terbentur The Great Filter (ditandai dengan Garis Merah Tebal) dan hanya segelintir peradaban yang berhasil lolos The Great Filter.

Jawaban kedua, peradaban tipe I, II, III ada tapi ada alasan logis kenapa kita tidak melihat mereka, alasannya antara lain sudah ada peradaban maju yang pernah ke Bumi tapi "pada masa lalu", dan kenapa kita tidak tahu?

Penjelasannya pertama adalah, manusia modern baru ada kira-kira 100 ribu tahunan, atau 1/8 dari awal mula peradaban manusia. Mungkin manusia-manusia awal tidak mencatat sejarah, dan bahkan tidak tahu kalau sudah dikunjungi.

Penjelasan kedua, Bumi berada di daerah pinggiran galaksi. Analoginya, anggap pusat Bima Sakti itu adalah Jakarta, dengan Bumi yang memang terletak di pinggiran Bima Sakti dapat dikatakan berada di wilayah terpencil.

Penjelasan ketiga, peradaban II dan III tidak mau mencampuri urusan primitif (peradaban I). Setelah membaca peradaban tipe II apalagi III yang sudah sangat sangat maju, untuk apa mereka mengurus Bumi yang mungkin dianggap primitif bagi mereka.

Sebenarnya masih banyak teori tentang Paradoks Fermi ini, tapi ingat ini cuma sebatas teori. Jadi tergantung kepada Anda mau percaya atau tidak. Namun dalam Paradoks Fermi, peradaban manusia Bumi cenderung berada dalam posisi insignificant alias tidak penting, hal ini juga agar kita sadar betapa kecilnya kita di alam semesta.


More about seputar angkasa danBetapa Luasnya Alam Semesta Ini, Tapi Dimanakah Kehidupan Alien Berada?-BLOG SEPUTAR ANGKASA

seputar angkasa danInstalasi 'Rumah Tiup' di Stasiun Luar Angkasa Internasional Sukses-BLOG SEPUTAR ANGKASA

Modul BEAM di Stasiun Luar Angkasa Internasional. Kredit: NASA/Bigelow


Penghuni Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) kini memiliki tempat hangout yang baru. Pada hari Sabtu (28/5), astronot NASA Jeff Williams, dengan bantuan kontrol misi di Bumi, sukses mengekspansi 'rumah tiup' bernama Bigelow Expandable Activity Module (BEAM) selebar 3,6 meter.

BEAM dilekatkan pada modul Tranquility Node, yang terletak pada bagian belakang ISS. Proses ekspansi BEAM kemarin menghabiskan waktu sekitar 45 menit. BEAM sendiri diproduksi oleh perusahaan luar angkasa Bigelow Aerospace yang didirikan oleh pengusaha Robert Bigelow.

Untuk saat ini, para astronot dan kosmonot (astronot dari Rusia) di ISS belum boleh memasuki modul BEAM. Mereka baru akan diizinkan untuk memasuki BEAM pada awal Juni 2016 mendatang setelah kontrol misi di Bumi selesai memeriksa setiap kebocoran yang mungkin ada atau masalah dengan modul BEAM yang belum diketahui.

Nantinya, para kru di ISS akan melakukan penelitian selama periode dua tahun dan melakukan serangkaian tes yang akan mengukur perlindungan radiasi, variasi suhu, mikrometeorid dan faktor-faktor lain yang dapat merusak modul BEAM.

''Rumah tiup' seperti modul BEAM ini adalah salah satu calon rumah masa depan yang cukup menjanjikan setelah para ilmuwan akan membangun koloni di Bulan atau bahkan di Mars. 'Rumah tiup' ini cukup ringan dan padat untuk dibawa oleh roket. Pada pengujian awal menunjukkan 'rumah tiup' ini bisa memberikan perlindungan dari radiasi Matahari dan radiasi kosmik, puing-puing ruang angkasa, radiasi sinar UV dan unsur-unsur lain di ruang angkasa.

Selain menjadi hunian masa depan di Bulan dan di Mars, Bigelow Aerospace yang menggandeng United Launch Alliance (ULA) mengatakan, nantinya proyek BEAM tersebut akan difungsikan untuk penelitian oleh LSM, keperluan komersial hingga pariwisata. Dengan adanya teknologi modul tersebut, sekarang hanya tinggal menunggu waktu sebelum traveler dapat menginap di luar angkasa layaknya astronot.

More about seputar angkasa danInstalasi 'Rumah Tiup' di Stasiun Luar Angkasa Internasional Sukses-BLOG SEPUTAR ANGKASA