seputar angkasa danPhoto Menajubkan Prominensa Dan Kromosfer Saat Puncak Gerhana Matahari Total-BLOG SEPUTAR ANGKASA

Promimensa dan kromosfer pada Matahari saat puncak totalitas Gerhana Matahari 9 Maret 2016. Kredit: M. Rayhan


9 Maret 2016 mungkin akan menjadi tanggal yang tak terlupakan bagi siapa saja yang mengamati Gerhana Matahari Total saat itu. Sungguh beruntung bagi Anda yang bisa mengamati serta mengabadikannya.

Prominensa sendiri merupakan peristiwa ledakan yang disertai dengan pancaran lidah api. Lidah api yang dipancarkan itu disebut protuberans. Jadi, prominensa dapat dikatakan sebagai ledakan Matahari yang disertai dengan pancaran protuberans.

Ledakan tersebut terjadi di sekitar bintik-bintik Matahari (sunspot). Protubelans dipancarkan ke segala arah. Pancaran tersebut dapat mencapai ketinggian 230.000 km sehingga dapat menembus masuk ke lapisan kromosfer dan korona.

Akibatnya, banyak gas hidrogen pada lapisan tersebut terionisasi menjadi proton dan elektron (partikel bermuatan). Partikel-partikel bermuatan tersebut terpancar dengan kecepatan yang sangat tinggi. Sebagian di antaranya sampai ke atmosfer Bumi dan membentuk aurora indah di kedua kutub planet kita, aurora borealis di Utara dan aurora australis di Selatan.

Menanti Gerhana Matahari Total 2023

Gerhana Matahari total berikutnya di Indonesia baru akan terjadi lagi pada April 2023. Gerhana total juga akan melintasi lagi Indonesia pada 20 April 2042 yang akan melewati Jambi, ada juga gerhana total 24 Agustus 2082 yang melalui Medan di Sumatera Utara, serta 22 Mei 2096 yang melintasi Lampung dan Kalimantan. Sangat langka.

Kagum, haru, terpesona, bercampur aduk. Ketakjuban menyaksikan berubahnya pagi nan terang jadi gelap kembali meski untuk sesaat pada 9 Maret 2016 yang lalu. Mereka jadi saksi atas kuasa alam. Fenomena alam tak selamanya menakutkan seperti gunung meletus, gempa atau tsunami, tetapi ada yang bisa dinikmati dan dikagumi.

Namun, mendung bahkan hujan yang melanda sejumlah lokasi gerhana Matahari total 9 Maret 2016 sempat membuat sebagian pemburu gerhana, baik warga, peneliti, maupun turis minat khusus, kecewa. Terlebih, tak sedikit waktu dan dana dikorbankan.

Apa pun hasilnya, gerhana Matahari total tahun ini jadi perayaan bagi bangsa Indonesia. Jika pada Gerhana Matahari 11 Juni 1983 warga dipaksa mengurung diri di rumah karena ancaman kebutaan, kini warga bebas menyaksikan fenomena alam langka itu.

Related Post